Sultan Agung, seorang raja yang memiliki kesadaran tentang pentingnya
kesatuan wilayah seluruh tanah Jawa. Dalam periode kepemimpinanaya
banyak terjadi proses penaklukan untuk berbgai wilayah ditanah Jawa.
Hampir seluruh wilayah Pulau jawa dari Pasuruan sampai Cirebon berhasil
masuk dalam wilayah kekuasaannya. Begitupula daerah pesisir seperti
Surabaya dan Pulau Madura masuk dalam wilayah daulat pemerintahannya.
Pada masa pemerintahannya, Mataram juga menjalin kerjasama dan hubungan
diplomatic dengan kerajaan lain, seperti Makasar yang merupakan kerajaan
terkuat di Sulawesi dalam bentuk perdagangan. Biografi Sultan Agung
, kalau beliau mempersatukan wilayah bukan hanya dari jalur militer,
namun juga melalui strategi kebudayaan. Salah satu karya beliau yang
masih dipakai saat ini adalah Kalender Jawa Islam yang merupakan
perpaduan Kalender Hijriah yang dipakai Jawa pesisir utara dengan
Kalender Saka yang dipakai penduduk pedalaman pulau Jawa. Beliau juga
orang yang ahli dalam bidang sastra sebagai tuntunan hidup ketununannya
dalam naskah mistik Sastra Gending. Beliau juga meletakkan pondasi
perekonomian pada sector pertanian, sebagai sebuah kewajaran, karena
kerajaannya berada pada wilayah pedalaman.
Sultan Agung dikenal sebagai raja terbesar dinasti kerajaan Mataram
Islam yang menjadikan kerajaan tersebut mencapai puncak kejayaan. Pada
masa pemerintahannya. Penjajah Belanda melalui V.O.C sudah masuk ke
tanah Jawa dan berhasil menguasai Jayakarta dan mengganti dengan nama
Batavia. Awalanya terjadi hubungan perdagangan antara Kerajaan Mataram
dengan V.O.C. Namun terjadi perbedaan pandangan hingga akhirnya terjadi
perseteruan. Sultan Agung memerintahkan untuk menyerang Batavia yang
dikuasai V.O.C pada 27 Agustus 1628 dengan menunjuk Tumenggung Bahureksa
(Bupati Kendal) sebagai pimpinannya. Bulan Oktober tiba lagi pasukan
Mataram di Batavia dipimpin Pangeran Mandurareja yang merupakan cucu Ki
Juru Martani. Total pasukan Mataram saat itu sebesar 10.000 prajurit dan
terjadi peperangan di benteng Holandia. Karena kurangnya perbekalan,
pasukan mataram mengalami kekalahan. Pada biografi Sultan Agung
dijelaskan, setelah kegagalan penyerangan pertama, Beliau melakukan
evaluasi. Bulan Mei 1629, Mataram mengirimkan kembali pasukan ke Batavia
dipimpin Adipati Ukur, yang disusul pada bulan Juni 1629 oleh pasukan
yang dipimpin Adipati Juminah. Total pasukan yang dikirim 14.000
prajurit. Untuk mengantisipasi kegagalan pertama, Sultan agung
memerintahkan dibangunnya lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon.
Rupanya terjadi pengkhianatan didalam pasukan,sehingga informasi
tersebut bocor, sehingga V.O.C memusnahkan semua lumbung padi tersebut
dan mataram mengalami kekalahan untuk kedua kalinya. Rencana penyerangan
ketiga dilakukan dengan mengirim orang-orang Mataram untuk membuka
areal persawahan di Sumedang dan Purwakarta, namun gagal karena beliau
Wafat terlebih dahulu.
Biografi Sultan Agung mengisahkan, kalau beliau merupakan orang
yang egaliter. Guna menghilangkan kesenjangan antara para bangsawan dan
pejabat kerajaan, beliau menetapkan penggunaan bahasa bagongan dalam
keseharian. Perubahan struktur bahasa Jawa ini guna menciptakan
keguyuban dan menghilangkan ewuh pakewuh yang berlebih untuk
mengutarakan pendapat dari para pejabat tingkat bawah ke atasnya atau
pula untuk menyampaikan gagasan kepada bangsawan termasuk beliau sebagai
seorang raja. Asimilasi budaya juga merambah ke wilayah Sunda, salah
satunya ditandai dengan perubahan bahasa Sunda menjadi halus dan sangat
halus yang semula hanya ada pada bahasa Jawa.
Biografi Sultan Agung memberikan informasi tentang kemampuan Sultan
Agung yang tidak hanya tampak pada luarnya saja, namun juga pada sisi
batiniah beliau. Sultan Agung, termasuk orang yang taat beribadah dan
tetap pula menghayati nilai-nilai leluhur Jawa. Sultan Agung mengetahui
ajalnya sudah dekat pada tahun 1645. Maka pada tahun tersebut, beliau
memerintahkan pembangunan Astana Imogiri di Bantul sebagai pusat
pemakaman keluarga raja-raja kesultanan Mataram. Pada tahun yang sama,
beliau juga menuliskan Sastra Gending sebagai wejangan dan tuntunan
kehidupan anak turunnya. Dan betul, kewaskitaannya terbukti, pada tahun
1645 seusai pembangunan Astana Imogiri beliau wafat dan menjadi penghuni
pertama Astana Imogiri.
Penghargaan Sultan Agung
- Gelar Pahlawan Nasional S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.
Post Comment