Biografi Letjen R. Suprapto. Bernama lengkap Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto lahir di Purwokerto, 20 Juni 1920, ini boleh dibilang hampir seusia dengan Panglima Besar Sudirman.
Usianya hanya terpaut empat tahun lebih muda dari sang Panglima Besar.
Pendidikan formalnya setelah tamat MULO (setingkat SLTP) adalah AMS
(setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta yang diselesaikannya pada tahun
1941. Sekitar tahun itu pemerintah Hindia Belanda mengumumkan milisi
sehubungan dengan pecahnya Perang Dunia Kedua. Ketika itulah ia memasuki
pendidikan militer pada Koninklijke Militaire Akademie di Bandung.
Pendidikan ini tidak bisa diselesaikannya sampai tamat karena pasukan
Jepang sudah keburu mendarat di Indonesia.
Oleh Jepang, ia ditawan dan dipenjarakan, tapi kemudian ia berhasil melarikan diri. Selepas pelariannya dari penjara, ia mengisi waktunya dengan mengikuti kursus Pusat Latihan Pemuda, latihan keibodan, seinendan, dan syuisyintai. Dan setelah itu, ia bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat. Di awal kemerdekaan, ia merupakan salah seorang yang turut serta berjuang dan berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Selepas itu, ia kemudian masuk menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat di Purwokerto. Itulah awal dirinya secara resmi masuk sebagai tentara, sebab sebelumnya walaupun ia ikut dalam perjuangan melawan tentara Jepang seperti di Cilacap, namun perjuangan itu hanyalah sebagai perjuangan rakyat yang dilakukan oleh rakyat Indonesia pada umumnya.
Selama di Tentara Keamanan Rakyat (TKR), ia mencatatkan sejarah dengan ikut menjadi salah satu yang turut dalam pertempuran di Ambarawa melawan tentara Inggris. Ketika itu, pasukannya dipimpin langsung oleh Panglima Besar Sudirman. Ia juga salah satu yang pernah menjadi ajudan dari Panglima Besar tersebut. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia sering berpindah tugas. Pertama-tama ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorial (T&T) IV/ Diponegoro di Semarang. Dari Semarang ia kemudian ditarik ke Jakarta menjadi Staf Angkatan Darat, kemudian ke Kementerian Pertahanan. Dan setelah pemberontakan PRRI/Permesta padam, ia diangkat menjadi Deputy Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah Sumatera yang bermarkas di Medan.
Oleh Jepang, ia ditawan dan dipenjarakan, tapi kemudian ia berhasil melarikan diri. Selepas pelariannya dari penjara, ia mengisi waktunya dengan mengikuti kursus Pusat Latihan Pemuda, latihan keibodan, seinendan, dan syuisyintai. Dan setelah itu, ia bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat. Di awal kemerdekaan, ia merupakan salah seorang yang turut serta berjuang dan berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Selepas itu, ia kemudian masuk menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat di Purwokerto. Itulah awal dirinya secara resmi masuk sebagai tentara, sebab sebelumnya walaupun ia ikut dalam perjuangan melawan tentara Jepang seperti di Cilacap, namun perjuangan itu hanyalah sebagai perjuangan rakyat yang dilakukan oleh rakyat Indonesia pada umumnya.
Selama di Tentara Keamanan Rakyat (TKR), ia mencatatkan sejarah dengan ikut menjadi salah satu yang turut dalam pertempuran di Ambarawa melawan tentara Inggris. Ketika itu, pasukannya dipimpin langsung oleh Panglima Besar Sudirman. Ia juga salah satu yang pernah menjadi ajudan dari Panglima Besar tersebut. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia sering berpindah tugas. Pertama-tama ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorial (T&T) IV/ Diponegoro di Semarang. Dari Semarang ia kemudian ditarik ke Jakarta menjadi Staf Angkatan Darat, kemudian ke Kementerian Pertahanan. Dan setelah pemberontakan PRRI/Permesta padam, ia diangkat menjadi Deputy Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah Sumatera yang bermarkas di Medan.
Selama di Medan tugasnya sangat berat sebab harus menjaga agar pemberontakan seperti sebelumnya tidak terulang lagi.
Pada pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI tanggal 30 September 1965,
dirinya menjadi salah satu target yang akan diculik dan dibunuh. Dan
pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta R. Suprapto
bersama enam perwira lainnya yakni Jend. TNI Anumerta Achmad Yani; Letjen. TNI Anumerta S. Parman; Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono; Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan;
Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI Anumerta Pierre
Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara membabi buta dan
jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya tanpa
prikemanusiaan.
R. Suprapto gugur sebagai Pahlawan Revolusi untuk mempertahankan
Pancasila. Bersama enam perwira lainnya ia dimakamkan di Taman Makan
Pahlawan Kalibata. Pangkatnya yang sebelumnya masih Mayor Jenderal
kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal sebagai
penghargaan atas jasa-jasanya. Untuk menghormati jasa para pahlawan
tersebut, oleh pemerintah Orde Baru ditetapkanlah tanggal 1 Oktober
setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari
libur nasional. Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, di depan
sumur tua tempat jenazah ditemukan, dibangun tugu dengan latar belakang
patung ketujuh Pahlawan Revolusi tersebut. Tugu tersebut dinamai Tugu
Kesaktian Pancasila.
Sumur Lubang Buaya |
Monumen Pancasila Sakti |
Sumber : biografiku.com
Post Comment